(artikel ini ditulis bersama rekan saya di @gis.review, Navira Wulandari)
GIS Story #3 : Jacub Rais — Bapak Geodesi Indonesa
Salah satu ilmuwan inspiratif di bidang Informasi Geospasial dari Indonesia adalah Prof. Jacub Rais, alumnus Geodesi dari Ohio State University yang diakui sebagai Bapak Geodesi Indonesia. Beliau merupakan pendiri sekaligus mantan kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional atau BAKOSURTANAL yang kini bernama Badan Informasi Geospasial (BIG). Sosok kelahiran Sabang, 18 Juni 1928 tersebut namanya melanglang buana sebagai pioner disiplin ilmu di berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia yaitu, pendiri Universitas Diponegoro, akademi teknik Universitas Semarang dan jurusan teknik geodesi UGM.
Ia mengawali studi di bidang Geodesi dengan mendapatkan beasiswa di “Universiteit van Indoenesia, Fakulteit der Technische Wetenschappen” (sekarang Institut Teknologi Bandung). Setelah lulus dari ITB ia menjabat sebagai kepala Kantor Jawatan Pendaftaran Tanah (JPT) Semarang. Kemudian berkarir sebagai dosen hingga menjadi guru besar di UNDIP Semarang lalu diangkat sebagai Deputi Koordinasi Pemetaan BAKOSURTANAL, di lembaga inilah kiprahnya secara nasional mulai dikenal.
Prestasinya di bidang survei dan pemetaan membawanya menemukan sebuah karya fenomenal yaitu, menghasilkan suatu pemetaan nasional terpadu dengan membangun Unified Geodetic Datum pertama di Indonesia yang memanfaatkan Satelit Doppler 1974. Datum ini (secara internasional) dikenal sebagai ID-74 yang merupakan singkatan dari Indonesian Datum 1974. Datum merupakan patokan untuk menggambarkan sistem koordinat dan menerangkan posisinya terhadap permukaan bumi (Permatahati dkk., 2012:1).
Penggambaran datum geodetik untuk sistem referensi geospasial sudah digunakan sejak zaman Kolonial Belanda, yang dimulai dari penggunaan triangulasi di Pulau Jawa dengan menerapkan posisi tiga basis 114 titik di berbagai puncak gunung pada tahun 1862–1880. Saat itu, datum yang digunakan adalah datum geodetik Ellipsoid Bessel 1841. Kelanjutan dari triangulasi Pulau Jawa diperluas hingga membentang ke Pulau Sumatera pada tahun 1883. Jaringan triangulasi tersebut kembali diperluas ke Pulau Bali dan Lombok pada tahun 1912 -1918. Selain beberapa datum tersebut, juga terdapat datum di Pulau Papua dan Pulau Maluku. Akibat dari adanya keterbatasan alat dan teknologi, datum — datum tersebut tidak satu sistem dan memiliki referensi berbeda — beda.
Memasuki era Geodesi Satelit di tahun 60-an, kecanggihan teknologi pada masa itu memunculkan sebuah pembaharuan yaitu menyatukan sistem referensi dengan memanfaatkan teknologi canggih bernama Satelite Doppler dari US yakni, Navi Navygation Satelite System (NNSS), sehingga dimanfaatkan oleh BAKOSURTANAL untuk menyatukan seluruh datum di Indonesia dengan membangun ID-74. Datum tersebut masih termasuk dalam kategori datum geodesi lokal karna bersifat toposentris yaitu sesuai dengan bentuk geoid atau titik 0 masih di permukaan bumi dimana lokasi titik datum tersebut berada di Padang, Sumatera Barat. Sementara di tahun 70-an Eropa dan Amerika telah membuat datum Global dengan membangun World Geodetic System yang kelak digunakan sebagai acuan pada sistem koordinat GPS.
Kiprah lainnya dari seorang Jacub Rais adalah di bidang toponimi, bersama Prof I Made Sandy ia menjadi perwakilan Indonesia yang memberikan dasar tentang Toponimi melalui Badan International The United Nations Group of Expert on Geographical Names (UNGEGN) yang didirikan oleh PBB. Ia kerap kali mengingatkan akan pentingnya memahami istilah lokal (bahasa daerah) yang digunakan dalam penamaan unsur-unsur rupabumi di Indonesia. Tidak sekedar untuk dipahami melainkan untuk diterapkan dalam penamaan toponimi di Indonesia sebagai bentuk ekspresi rasa kebangsaan dan nasionalisme.
Pada masa purna-nya, ia masih aktif mendedikasikan keilmuanya dengan menulis makalah dan menjadi narasumber di berbagai forum, baik dalam negeri maupun luar negeri. Maka tidak berkelebihan setelah kepergian beliau, Prof. Hasanudin Z. Abidin dari ITB menyebutnya sebagai “Godfather” Geomatika Indonesia.
Perjalanan hidup dan dedikasinya terhadap keilmuan patut menjadi contoh bagi generasi muda Indonesia, oleh karena itu gis.review memilihnya sebagai tokoh dari Indonesia pertama yang kami ulas dalam seri konten GIS Story kali ini.
Referensi :
(1) Permatahati, Anyelir Dita, S. Kahar, L. Sabri. 2012. Transformasi Koordinat pada peta Lingkungan Laut Nasional dari Datum ID74 KE WGS84 untuk Keperluan Penetuan Batas Wilayah Laut Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jurnal Geodasi Undip. Vol. 1(1): 1–10.
(2) https://srgi.big.go.id/news/8
(3)https://www.academia.edu/11352045/Sejarah_Sistem_Referensi_Koordinat_Di_Indonesia
(4) http://geospasial.info/history-reference-system-determination-indonesia/
(5) https://media.neliti.com/media/publications/84632-ID-transformasi-koordinat-pada-peta-lingkun.pdf
(6) https://madeandi.com/2011/04/01/mengenang-godfather-geodesi-geomatika-indonesia/